Banyak dari masyarakat yang kurang memahami moral sosial ( moral dalam kehidupan berbangsa ) , bahwa moral sosial tidak hanya dilihat dari tatacara berpakaian atau tatacara tutur kata. Hakikinya Moral sosial adalah sudut pandang dari cara berpikir.
Dalam artikel- artikel saya sebelumnya yang membahas permasalahan moral, yang diantaranya:
1. ” Definisi Moral? ” yang memiliki poin:
” Moral haruslah terdefinisi agar masing-masing dari masyarakat tidak liar dalam mengartikan moral.
Namun moral juga tidak boleh distandarisasi oleh sebuah lembaga sehingga menjadi dotrin. Moral tidak boleh terjebak dengan standarisasi versi sebuah lembaga atau versi oleh satu individu, moral adalah sikap abstrak yang keluar dari penjabaran manusia, pengembaraan spiritual, sesuai pengalaman masing-masing individu “.
2. ” Akar polapikir manusia ” , yang memiliki poin:
” kita sebagai masyarakat timur tidak kalah secara budaya, atau kita sama majunya dengan masyarakat barat. Yang terpenting kita mulai mencari identitas dari akar kita sendiri, yaitu paham moralitas.
Mulai mencari masa pencerahan kita sendiri. kita tidak bisa mencapai tujuan dengan keyakinan yang semu
Bagaimana kita mau mencari tujuan? sedangkan kita sendiri belum paham siapa kita sesungguhnya.
Bahwa setiap manusia memiliki identitas baik disadari maupun tidak, sifat-sifat dasar tersebut terbawa oleh genetika dari para leluhur kita yang berasalkan dari Timur “.
3. ” Definisi politik yang membumi ” ( Dasar Politik versi Aristoteles ), yang memiliki poin:
“
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama “. Sebuah definisi yang sungguh jauh dari apa yang kita bayangkan.
Memang definisi politik banyak sekali mengalami perjalanan panjang oleh beberapa ahli politik dengan kondisinya ( sesuai masanya), seperti : Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.
Namun, bila kita kembalikan ke esensi filsafat politik seperti Aristoteles, begitu membuminya definisi politik.
Bahwa kita sebagai warga negara, melakukan sesuatu untuk kebaikan bersama , adalah tindakan politik.
4. ” Spiritual Law of Humanity ” , yang memiliki poin:
” Dengan segala perbedaan sebagai ciri khas budaya Indonesia, idealnya kita memiliki falsafah bahwa ”
Perbedaan itu ada untuk saling memahami, bukan saling menghakimi “. Sehingga dengan segala perbedaan yang ada di Indonesia, justru menjadi sumber kekuatan kita, sehingga mampu memberikan contoh kepada bangsa-bangsa lain dalam hal menghargai perbedaan dengan berlandaskan ketulusan.
Maka, bertindaklah selayaknya kita semua bersaudara, sebagai anak cucu bumi pertiwi, karena Apapun agamamu, asalmu, bahasamu..kita semua adalah bangsa Indonesia.
Maka artikel ini (
Prinsip Moral Sosial ) adalah usaha saya untuk memperinci dalam hal penyebaran gagasan moral sosial terhadap problematika sosial yang terjadi pada dunia, khususnya pada masyarakat bangsa Indonesia. Adapun untuk memperjelas gagasan ini, saya memperincinya sesuai dengan keadaan yang terjadi saat ini.
1. Antara Moral Sosial dan moral Agama
Perbedaan mendasar Moral sosial dan moral agama adalah pada tujuannya, memang ajaran moral banyak terdapat dalam kitab-kitab suci yang bila disimpulkan menjadi kaidah emas ( golden rule ) namun prinsip kitab suci adalah aturan-aturan yang dibuat oleh Tuhan, juga dengan harapan akan pengampunannya yang disertai Karma atau dalam agama monoteis : surga dan neraka.
Maka moral agama adalah perbuatan yang akan dipertanggung jawabkan nantinya terhadap hubungan manusia khusus dengan Tuhan. Sedangkan moral sosial adalah tindakan kita terhadap manusia lain, dimana perbuatan itu berdampak langsung dengan kehidupan antar sesama manusianya.
Tanggung jawab kita terhadap lingkungan sekitar. Dimana tindakan bermoral atau amoral akan berdampak langsung dengan kehidupan sekitar. Berbuat baik karena kita menginginkan kebaikan ada di dunia ini, atau berbuat tindakan amoral / kesalahan, namun dengan meninggalkan sudut pandang pembenaran ( membenarkan kesalahan, menjadi sikap yang umum saja ) dengan sudut pandang moral, kesalahan tidak bias dengan pembenaran, kita menyadari bahwa perbuatan tersebut adalah amoral, sehingga kesadaran tersebut akan mulai kita perbaiki perlahan.
Hal prinsip akan gagasan moral sosial, adalah meyakini agama yang kita yakini, tanpa menyalahkan agama lain, karena hak tersebut adalah hak Tuhan, maka kita sebagai manusia yang hidup di bumi yang bisa kita lakukan adalah saling menghormati harkat dan martabat sesama manusia.
a. Moral Sosial dan Akhlak
Seperti yang dituliskan diatas bahwa akhlak adalah bagian dari moral agama, maka bermoral memiliki perbedaan prinsip dengan akhlak, sebuah analogi: orang yang tak menganut agama atau mempercayai keberadaan Tuhan pun bisa bermoral atau sebaliknya, namun mereka tidak mengenal akhlak dikarenakan ketiadaan menganut moral agama tertentu .
b. Moral Sosial dan Budipekerti
Moral Sosial dan budipekerti memiliki kesamaan arti, namun perbedaannya budipekerti adalah salah satu bagian dari moral sosial, sedangkan gagasan moral sosial mencakup ke cara pikir manusia .
2. Antara Moral Sosial dan Logika
Masyarakat pada umumnya memiliki standarisasi bahwa polapikir adalah logika, kesalahan ini memiliki banyak faktor ( sejarah peradaban, juga kolonialisme termasuk ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg di eropa turut membesarkan perkembangan Logika ) para pemikir Logika dimulai dari era Thales ( era yunani ) Ptolemius ( ere helenic ) St Thomas aquinas ( era Baroque ) samapai era renaissance dimana para pemikir logika berkembang pada abad 15 dan didukung dengan penemuan mesin cetak, sehingga kebiasaan membaca tidak lagi menjadi kalangan eksklusif, namun mulai menyebar ke masyarakat umum di barat, juga faktor adanya era kolonialisme yang dimualai abad ke 16, dalam gagasan westernisasi penduduk lokal, termasuk mengedepankan logika.
Sedangkan pemikir moral para pemikir dari timur: Saya kutip pembahasan dari bukunya Jan Romein , buku Aera- Europa.. di sebutkan
( bahwa , dunia pernah mengalami krisis moral global ( 300-500 bc ) kemudian datanglah beberapa orang yang berusaha mengatasi krisis tersebut : di cina ada Lao tse dan Confusius ( Kong hucu ) di india ada Sidharta Gautama, di persia ada Zarathustra , di mesir ada Akhenaton ( satu2nya pharaoh yg percaya akan satu Tuhan/ monoistic ) mereka semua mengharapkan agar terbentuknya pola pikir berdasarkan moralitas, kembali ke masa awal dimana manusia tunduk kepada Tuhan).
Namun karena pemikir besar moral terwakili menjadi agama, maka manusia merasa tabu untuk membuka buku-buku para pemikir tersebut, beda dengan mudahnya kita membaca buku etika Aristoteles atau sang pangeran Nicollo Machiavelli atau Spinoza.
Disinilah sekatan- sekatan ajaran moral terbentur, sekatan yang dibuat oleh manusianya sendiri.
Pemakaian logika bukanlah suatu hal yang buruk.. .. tapi terbukti pada abad ini terjadi abad ketidak pastian, termasuk ketidak pastian agama-agama dihadapan tantangan logika.
a. Perbedaan sudut pandang
Logika memakai sudut pandang bahwa segala sesuatu ( argumen , pandangan dan gagasan ) harus memiliki bukti empiris atau nyata, maka bila ada gagasan yang tak bisa terjelaskan, walaupun faktanya ada ..maka akan disebutkan ilmu metafisik, atau tak bernalar. Namun ditengah pencarian kepastian oleh logika memiliki beberapa kerancuan, bila kita analogikan: YxY= X ( Y = masalah atau angka , X = kebenaran atau kepastian ) sebuah analogi 1×1 = 1 , hal yang pasti namun belum tentu benar, karena 3 - 2 pun hasilnya juga 1, 5 - 4 pun hasilnya sama, dan seterusnya.
Maka kebenaran dalam logika akan selalu terjadi ketidak pastian.
Dan hal ini pun berlaku terhadap berbagai masalah ( diluar kalkulasi yang hanya sebagai analogi )
b. Kesamaan sudut pandang
Ada beberapa kesamaan sudut pandang dalam moral dan logika, salah satunya tentang etika berdiskusi atau etika dalam pekerjaan dan seterusnya
3. Antara Moral dan Amoral
Moral sosial secara sikap dan polapikir hanya memiliki dua barometer, bermoral atau tidak ( Amoral ) maka tak ada ruang lagi untuk melakukan dalih ( denial ) pembenaran sikap ( kemunafikan ) yang selalu menganggap baik segala perbuatannya, walaupun jelas-jelas tindakan tersebut salah. Dalam sudut pandang moral, tindakan menyeleweng ( misalnya ) terhadap suami/ atau istri adalah tindakan amoral, atau tindakan korupsi adalah tindakan amoral , tanpa bisa memakai dalih untuk membenarkan tindakan tersebut.
4. Antara Moral Sosial dan Budaya
Banyak dalam kebiasan budaya atau adat istiadat atau kebijakan kuno yang sudah berumur lebih lama dari keberadaan sebuah bangsa, dalam hal ini Indonesia. Sebuah contoh : pandangan mengukur / menakar orang dari bebet bibit bobot.. ini sudah tidak memiliki korelasi lagi terhadap perkembangan moral sosial, dimana kita melihat sifat sesama manusia berdasarkan caranya bersikap, bukan bebet bibit bobotnya.
Juga seperti falsafah-falsafah lain yang sudah tak memiliki kekuatan dalam menyeimbangan derasnya era globalisasi, maka langkah progresive moral sosial pun sangat berhubungan dengan budaya lokal.
5. Antara Moral Sosial dan identitas bangsa
Bangsa-bangsa di belahan bumi lain yang umurnya sudah lebih panjang, memiliki kecendrungan memiliki karakter yang sama terhadap polapikir masyarakatnya, seperti polapikir USA yang sangat eropa sekali ( asal usul pendatang ) juga karakter bangsa Jepang dan India yang sudah begitu kental dikarenakan budaya-budaya kuno atau kisah-kisah legenda yang sudah terpatri didalam pikiran setiap masyarakatnya, sehingga membentuk menjadi identitas bangsanya.
Dalam hal Indonesia, mengingat usia Indonesia yang masih muda ( 66 tahun ) yang sebelumnya adalah kerajaan-kerajaan lokal.
Maka budaya yang ada di Indonesia adalah budaya sumatra atau budaya kalimantan, budaya jawa, budaya sulawesi dan seterusnya, budaya yang jauh lebih tua keberadaannya dari keberadaan negara Indonesia (
hal yang lumrah mengingat negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia ).
6. Aplikasi moral sosial
Maka kita harus memiliki metode dalam menjalankan gagasan moral sosial ini, bisa kita memanfaatkan era informasi yang tanpa batas , misalnya dengan menyebarkan paham ini dengan media elektronik, media TV , media koran atau dunia maya.. dan tak kalah penting penyebaran gagasan dari mulut ke mulut dalam diskusi dalam komunitas dari yang terkecil sampai terbesar.
a. Hambatan
Hambatan penyebaran gagasan moral sosial ini adalah, resistensi oleh orang-orang yang menentang pluralisme, juga kelompok prejudis radikal, juga termasuk waktu sebagai kendala utama. Bahwa gagasan penyebaran ini tidak bisa berlangsung secara instan, namun perlahan, karena siapapun yang membicarakan gagasan moral sosial harus benar- benar memahami gagasan ini secara keseluruhan.
b. Peluang
Mengingat penjelasan diatas, bahwa sesungguhnya Indonesia belum meiliki benang merah karakter bangsa, maka dengan gagasan ini kita memulainya dengan membentuk budaya baru dengan identitas ke Indonesiaan, bisa dengan cara mengumpulkan falsafah- falsafah kuno dan mengambil baik-baiknya yang sesuai dengan jaman.
Atau membuat budaya baru yang sesuai dengan keadaan cara bersikap masyarakat saat ini yang memiliki kecendrungan : apatisme, gampang mengeluh, gampang putus asa, tidak berpikiran panjang, gampang terprovokasi, memiliki kecendrungan vandalisme.. dengan kesadaran ini kita bisa membuat budaya atau falsafah baru yang bisa mengubah sikap-sikap negatif agar tidak menjadi karakter bangsa yang serba negatif, menjadikannya karakter bangsa Indonesia baru yang memasuki era pencerahannya.
c. Cara efektif
Tentu gagasan ini, walaupun berasal dari masyarakat namun perlu menggandeng tokoh yang memiliki orientasi kemanusiaan, sehingga saat membicarakannya di media , gagasan ini akan tampak nyata. Juga dengan adanya forum - forum diskusi ( baik di dunia nyata atau dunia maya ) yang membicarakan perihal gagasan moral sosial ini, menjadi pemikiran yang massive ( besar ), sehingga polapikir masyarakat tidak terjebak dengan permasalahan politik yang ada, namun focus untuk menyiapkan masadepannya sendiri, masadepan bangsa yang nantinya akan dipenuhi oleh masyarakat yang bermoral, dan otomatis pemerintah masadepan yang notabene bagian dari masyarakat juga memiliki landasan moral yang kuat.
d. Peran Pemerintah
Juga harus adanya peran pemerintahuntuk mengkampanyekan gagasan penyebaran moral sosial melalui media koran, radio atau televisi, agar menjadikan gagasan ini terbentuk menjadi budaya.
Hal ini adalah upaya untuk menyeimbangakan pemberitaan media yang selalu negatif, sehingga tanpa disadari pemberitaan negatif yang dilakukan berulang-ulang ini mejadikan masyarakat yang bermental negatif, prejudis, apatis atau dalam kasus tertentu menjadi vandalis ( tentu hal ini terjadi atas dasar sikap masyarakat yang frustasi )
Maka agar efesien dan menjauhi dari bentuk kampanye politik, maka penyebaran gagasan dalam sebuah iklan di televisi, haruslah diperankan oleh artis, bukan oleh pejabat , baik Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif. Minimal durasi kampanye gagasan moral sosial ini disiarkan dua kali dalam satu hari ( hal ini bukanlah bentuk dari doktrinisasi, namun penyuluhan yang memiliki tujuan baik ) , tentu kampanye ini harus dibawahi oleh departemen MENKOKESRA atau MENSOS. Agar sesuai dengan perannya.
e. Penerapan mata pelajaran/ kurikulum perihal moral sosial
Mengingat era ORBA menggabungkan pendidikan Pendidikan Moral Pancasila yang dimulai dari dini tidak memiliki keberhasilan, atau bisa disebutkan doktrinisasi yang gagal, mengapa?
Prinsipnya moral adalah cara sudut pandang, sedangkan PANCASILA adalah ideologi sebuah bangsa yang bersifat politik ( walaupun didalamnya terdapat falsafah moral ) , namun jelas antara sudut pandang dan landasan politik kebangsaan memiliki perbedaan yang besar.
Maka pendidikan moral sosial sebaiknya dimulai dari dini, tentu dengan cara yang sesuai dengan usia sang anak, agar memahami cara berkehidupan sosial / lingkungan sekitarnya ( dalam kurikulum usia dini sampai menengah ( 6-15 tahun ) dan pemahaman moral sosial akan dampak efek sosial kebangsaan dalam kurikulum tingkat lanjut ( SMU ) .
Perihal Pendidikan Penghayatan Pancasila sebaiknya dimulai saat pengambilan penjurusan saat mulai memasuki bangku perkuliahaan, khususnya dalam kurikulum jurusan politik. Dengan tujuan agar nilai-nilai PANCASILA dapat dihayati secara mendalam oleh masyarakat yang telah memahami pendewasaan dalam berpikir, sehingga meresapi landasan negaranya.
7. Gagasan Moral Sosial dan hubungan dengan gerakan politik
Moral sosial tidak bisa dijadikan aliran, atau partai.. karena begitu terjadi standarisasi moral, maka menjadi dogma atau doktrin, apalagi bila terjadi adanya polisi moral.
Maka prinsip moral akan bias karena tergantung/ terjebak oleh siapa yang mendefinisikannya.
Sedangkan hakikinya moral sosial harus timbul berdasarkan dari diri sendiri, tak terdefinisi namun terarah, karena hati yang akan mengatakan cara kita perihal bermoral atau tidak.
Sebuah contoh kasus : seleksi murid sekolah dengan test keperawanan agar sikap moral bisa berkembang kembali. Ini adalah sebuah pandangan moral yang salah kaprah. Justru kebijakan yang mengatas namakan moral namun bertentangan dengan prinsip moral yang harus timbul dari kesadaran diri sendiri, juga diluar dampak efek psikologis dan pelecehan murid wanita terhadap aturan tersebut.
Maka bisa dikatakan moral tak bisa dijadikan aturan yang dikeluarkan oleh kelembagaan.
8. Kegunaaan Moral Sosial
Kegunanaan atau manfaat dari sudut pandang moral sosial adalah adanya pilihan lain selain dari sudut pandang logika, khususnya dalam kebijakan-kebijakan sebuah organisasi, perusahaan atau tatanegara.. yang saat ini begitu banyak terjadi kekacauan karena kebijakan tersebut diambil secara logika tanpa mempertimbangan moralitas, sehingga akan terjadi ketidakpuasan yang memuncak dari masyarakat yang dikelolanya.
Misal dalam keputusan untuk menyatakan perang terhadap negara lain, maka pertimbangan logika : keberadaan alutsita, kesiapan mental tentara, strategi ekonomi dan logistik. Namun juga harus dibarengi dengan pertimbangan sudut pandang kemanusiaan: bagaimana efek psikologis setelah berperang, bagaimana efek psikologis bila menang pertempuran, atau sebaliknya bagaimana mempertimbangakan efek psikologis bila kalah perang.
a. Masyakat Indonesia
Kegunaan Moral Sosial bagi masyarakat Indonesia sangat fundamental sekali, seperti fakta yang saya sebutkan di atas, bahwa Indonesia secara alami adalah memiliki perbedaan. Sehingga bila kita dapat mengaplikasikan moral sosial maka terciptalah keseimbangan yang harmonis , karena pluralisme yang terjadi bukan hanya dimulut saja ( karena adanya sekatan-sekatan yang manusia buat terhadap perbedaan keyakinan agama ) dengan moral sosial kita akan melihat sesama warga murni dari sang individu tersebut tanpa melihat perbedaan-perbedaan.
Prinsip moral sosial adalah ”
perbedaan adalah untuk saling memahami, bukan untuk saling menghakimi“
b. Kemanusiaan
Masyarakat global pun memiliki ketidak pastian dalam sudut pandang logika, sehingga sudut pandang moral sosial yang khas timur pun dapat menjadi penyeimbang dalam hal yang serba tidak pasti ini, logika tampaknya sudah menjadi gagasan yang mahal dan mengarah ke materialis.
Sehingga bila logika diadopsi dengan gagasan moral sosial, terjadilah keseimbangan dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat dunia, dengan tidak ada lagi sikap merasa bangsa ini lebih superior atau sebaliknya. kesamarataan derajat manusia, harkat dan martabat bisa berjalan harmonis, juga pertimbangan - pertimbangan politis yang terlalu gegabah bisa terhindar dengan memakai sudut pandang moral sosial atau moral hazard.
Pemerintah harus menyadari bahwa aset terbesar bangsa adalah masyarakatnya, maka bisa dibilang: penyebaran gagasan moral sosial keseluruh pelosok Indonesia adalah investasi bagi masadepan bangsa.
Sehingga bila masyarakatnya memiliki etos menjadi masyarakat yang mandiri juga masyarakat yang solutif. Maka lengkaplah bangsa ini , karena selain memiliki SDA , kelak akan memiliki SDM yang ideal.
Penutupan:
Saat ini masyarakat mengkritisi pemerintah yang tak bermoral dengan cara yang tak kalah amoral. Tanpa menyadari bahwa ”
Pemerintah awalnya adalah bagian dari masyarakat dan lingkungan atau budayanya “.
Maka dengan gagasan membudayakan moral sosial, kelak bangsa ini memiliki pemerintahan yang berasalkan dari lingkungan yang bermoral. Budaya yang terbentuk secara alami, sehinnga terbentuklah etos kerja penggunaan logika dengan mengedepankan moral sosial. Hal ini juga akan merubah paradigma harapan masyarakat yang semu, bahwa akan ada sosok pemimpin bermoral yang ” jatuh dari langit ” dan akan menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran, sang mesias yang dinamakan kesatrio paningit ( Ramalan Jayabaya ) , gagasan ini akan merubah secara perlahan sikap kepercayaan diri masyarakat, bahwa kelak bangsa ini memiliki masyarakat yang berjiwa kesatrio ( pemikiran progresive namun logis )
Sehingga bila kelak bangsa ini mengalami kebangkitan ekonomi global, juga disertai kesadaran kolektif bangsa untuk memiliki karakter kuat/ budaya bangsa yang bermoral. Sehingga kelak Indonesia akan memasuki era kegelimangannya, menuju era pencerahan bangsa, juga mercusuar bagi dunia.
Sumber