Senin, 19 Januari 2015

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

        
Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan
          Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan dapat digolongkan ke dalam tiga periode, yaitu : Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajahan, dan Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan
Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan meliputi:

I.      Pendidikan Hindu-Budha.
Pendidikan pada zaman keemasan Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-14 hingga abad ke-16 masehi. Pada periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di nusantara, sistem pendidikan sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau pedepokan. Pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu pengetahuan yang meliputi sastra, bahasa, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara, dan hukum. Kerajaan-kerajaan hindu di tanah jawa banyak melahirkan empu dan pujangga besar yang melahirkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Pada masa, itu pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi dikendalikan oleh para pemuka agama. Pendidikan bercorak Hindu-Budha semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, dan pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan Islam datang menggantikannya.
   
II. Pendidikan Islam
Pendidikan berlandaskan ajarna Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur  dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan agama Islam di masa prakolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah.

III. Pendidikan Katolik dan Kristen-Protestan
Pendidikan Katolik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, mereka menyusuri pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Dalam pelayarannya itu, mereka selau disertai misionaris Katolik-Roma yang berperan ganda sebagai penasihat spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama di tanah yang didatanginya. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.

IV.  Pendidikan pada zaman VOC
Sebagaimana bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke -16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah dengan mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemusian diikkuti oleh misi penyebaran agama terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi asrama untuk para siswa. Di sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, dan sebagian menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-16, VOC mendirikan sekolah di pulau-pulau Ambon, Banda, Lontar, dan Sangihe-Talaud. Pada periode berikutnya, didirikan pula sekolah-sekolah dengan jenis dan tujuan yang lebih beragam. Pendirian sekolah-sekolah tersebut terutama diarahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara.

V.   Pendidikan pada zaman kolonila Belanda
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman kolonial Belanda. Sistem pendidikan diubah dengan menarik garis pemisah antara sekolah Eropa dan sekolah Bumiputera. Sekolah Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan anak-anak orang Eropa di Indonesia, sedangkan sekolah-sekolah bumiputera tingkatan dan prestisenya lebih rendah diperuntukkan bagi anak-anak bumiputra yang terpilih. Mulai akhir abad ke-19 dan hingga dasawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah raja, sekolah petukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi pendidikan Belanda, pada periode ini berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak keagamaan dan kebangsaan oleh Muhamadiyah, taman siswa, INS kayutaman, Ma’arif dan perguruan Islam lainnya.

VI. Pendidikan pada masa pendudukan Jepang
Meskipun singkat, berlangsung pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti pada pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus sistem pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas penggolongan menurut bangsa dan status sosialnya. Tingkat sekolah terendah adalah Sekolah Rakyat(SR) , yang terbuka untuk semua golongnan masyarakat tanpa membedakan status sosial dan asal-usulnya. Kelanjutannya adalah Sekolah Menengah Pertama(SMP) selama tiga tahun, kemudian Sekolah Menengah Tinggi(SMT) selama tiga tahun. Sekolah kejuruan juga dikembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Menengah Teknik Menengah, Sekolah Pelayaran, dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Sekolah Hukum dan MOSVIA yang didirikan oleh Belanda dihapuskan. Di tingkat pendidikan tinggi, pemerintah pendudukan Jepang didirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai Gakko)di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
Perubahan lain yang sangat berarti  bagi Indonesia  di kemudian hari ialah bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan bahasa pengantar kedua adalah bahasa Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada zaman Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja kasar secara cuma-Cuma yang dikenal dengan romusha.

Pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan (1945-1969)
Pendidikan dan pengajaran sampai dengan tahun 1945 diselenggarakan oleh Kantor  Pengajaran yang terkenal dengan nama Jepang Bunkyo Kyoku dan merupakan bagian dari kantor yang menyelenggarakan urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Segere setelah diproklamasikannya kemerdekaan, Pemerintah Indonesia yang baru dibentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran mulai 19 Agustus sampai dengan 14 November 1945, kemudian digantikan oleh Mr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak lama kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia digantikan oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak banyak yang dapat diperbuat oleh para  menteri tersebut, apalagi Indonesia masih disibukkan dengan berbagai persoalan bangsa setelah diproklamasikannya kemerdekaan.

I.      Tujuan dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan, mengikuti perubahan dalam suasana kehidupan kebangsaan kita. Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP&TK), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1046, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menanamkan penananman jiwa patriotisme. Hal ini dapat dipahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajahan yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu, penanaman jiwa patriotisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara  yang baru diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata-mata menekankan jiwa patriotisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Bab II pasal 3 dinyatakan, ”Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakup dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.

II.   Sistem Persekolahan
Sistem persekolahan yang berlaku di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yang telah dikembangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sistem persekolahan tersebut terus dipertahankan dan merupakan sistem oersekolahan yang berlaku pada zaman kemerdekaan, bahkan hingga tahun 1980-an. Hingga akhir tahun 1960-an, kalaupun terjadi perubahan, hal ini lebih pada bentuk kelembagaannya. Perkembangan lain yang terpenting dicatat pada era 1945-1969 ialah berrdirinya 42 Perguruan Tinggi Negeri berupa universitas, institut dan sekolah tinggi yang umumnya terletak di ibukota propinsi, sehingga kurun waktu tersebut dapat dikatakan sebagai “era pertumbuhan PTN”.

Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang mantap berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, serta mmapu menjawab tantangan masa kini dan masa depan, pendidikan nasional dewasa ini terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang dipandang stategis bagi bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
Pada tanggal 2 Mei 1994 waib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 2 Mei 1984, Indonesia juga memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga negara untuk mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar. Kemudin PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan  pendidikan 9 tahun, terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program pendidikan 3 tahun di SLTP. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan satu sama lain yaitu: meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi semua kelompok umur 7-15 tahun dan untuk meningkatkan mutu sumber daya Indonesia hingga mencapai SLTP.
Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia yang semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun. Peningkatan lamanya wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun memungkinkan peserta didik untuk lebih lama belajar di sekolah. Hal ini memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menempuh studi lanjutan dan hidup di masyarakat.
Sejak dimulai pada tahun 1994, program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang dicatat menunjukkan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumlah guru, dan fasilitas belajar lainnya.

Permasalahan Pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sisitem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu  permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari  kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut. Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen, dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu: bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan dan bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan untuk terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.

I.      Masalah Pemerataan Pendidikan
      Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
      Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa berhitung, membaca, dan menulis sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.
      Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
      Banyak pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional antara lain: membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar dan menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore) sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/keluarga yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.
      Cara inovatif antara lain:
a.     sistem Pamong(pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System(Instructional Management by Parent, Community and, Teacher). Sistem tersebut dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa propinsi
b.     SD kecil pada daerah terpencil
c.      Sistem Guru Kunjung
d.     SMP Terbuka (ISOSA- In School Out off School Approach)
e.      Kejar Paket A dan B
f.       Belajar Jarak Jauh

II.   Masalah Mutu Pendidikan
      Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performance test). Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Dengan kata lain apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu sistem pendidika dianggap mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahwa pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika seorang berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA, Ebtanas, atau hasil Sipenmaru, UMPTN, karena ini mudah diukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan.
      Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
      Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, yang akhirnya dapat meningkatkan hasil pendidikan. Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen.

III.  Masalah Efisiensi Pendidikan
      Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaanya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensinya berarti rendah. Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
      Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khsusnya guru bidang studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Gejala tersebut membawa ketidakefisienan dalam memfungsikan tenaga guru, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil, karena tidak ada insentif yang menarik. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan.

IV.   Masalah Relevasi Pendidikan
      Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Umumnya luaran yang diproduksi oleh sistem pendidikan jumlahnya secara kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan di lapangan.

Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
      Masalah aktual ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaannya. Perlu dipahami bahwa tidak semua masalah aktual tersebut merupakan masalah baru. Bahkan ada yang sudah lama. Sudah sejak lama masalah aktual itu kita sepakati untuk mengatasinya, tetapi dari tahun ke tahun hasilnya tetap sama.

I.      Masalah Keutuhan Pencapaian sasaran
      Dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif.

II.   Masalah Kurikulum
      Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Apalagi kalau kita lihat di lapangan terdapat masalah pengembangan tenaga kependidikan yang biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian diri para pelaksana di lapangan. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat dicanangkan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan. Dalam masa transisi yang relatif lama ini proses pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.

III.  Masalah Peranan Guru
      Konsep-konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan arah baru pada pendidikan. Sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat menyumbangkan cara-cara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah pendidikan. Dalam realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan. Sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah.
      Dahulu guru merupakan satu-satunya sumber belajar,  ia menjadi pusat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepada murid. Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih terbatas. Dewasa ini berkat perkembangan iptek yang demikian pesat bahkan merevolusi, bagi seorang guru tidak mungkin lagi menjadikan dirinya gudang ilmu dan oleh karena itu juga tidak satu-satunya sumber belajar bagi muridnya. Tugasnya bukan memberikan ilmu pengetahuan melainkan terutama menunjukkan jalan bagaimana cara memperoleh olmu pengetahuan, dan mengembangkan dorongan untuk berilmu. Dengan singkat dikatakan bahwa tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”.

IV.   Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
      Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih-lebih pada tahap awal sudah pasti banyak hambatanya. Hambatan lain berasal dari sambutan masyarakat, utamanya dari orang tua/ kalangan yang kurang mampu. Mereka mungkin cenderung untuk tidak menyekolahkan anaknya karena harus membiayai anaknya lebih lama. Padahal dapat berharap banyak dari anaknya untuk segera memperoleh pekerjaan setelah tamat dari sekolah.


TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN

I. Ki Hadjar Dewantara
          Ki Hadjar De­wantara pulang ke Tanah Air pada tahun 1918 setelah menempuh studinya di Belanda. Empat tahun ke­mudian, tokoh yang tak bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA ka­rena sakit ini baru bisa mewujudkan semua gaga­sannya tentang dunia pen­didikan dengan men­dirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa pada 3 Juli 1932 di Yogyakarta.

          Perguruan bercorak na­sional ini sangat menekankan rasa kebangsaan agar siswa mencintai bangsa dan tanah air, sehingga tergerak untuk berjuang meraih kemerdekaan. Dari tahun ke tahun, Taman Siswa terus menggeliat. Jum­lah muridnya terus bertam­bah. Artinya, semakin banyak pula rakyat Indonesia yang pikirannya terbuka. Melihat kiprah Ki Hadjar Dewan­tara yang terus berkembang, pemerintah kolo­nial Belanda kembali resah. Jalan pintas diambil: Taman Siswa mesti diberangus. Caranya, dengan mener­bitkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932. Namun, berkat kegigihan Ki Hadjar Dewan­tara, bukannya Taman Siswa yang bubar, melainkan justru ordo­nansi itulah yang akhirnya dicabut.

          Ketika Jepang masuk menggantikan pemerintahan Hindia Belanda 1942, Ki Hadjar Dewan­tara tak henti berjuang lewat politik dan pendidikan. Bersama beberapa tokoh nasional pada saat itu, Ki Hadjar duduk sebagai salah seorang pimpinan Putera. Dedikasi panjangnya ter­hadap dunia pendidikan me­ngan­tarkan Ki Hadjar menjadi Menteri Pendidikan, Penga­jaran, dan Kebudayaan per­tama setelah Indonesia mer­deka.

          Penyandang gelar doctor honoriscausa dari Universitas Gadjah Mada pada 1957 ini mengenalkan konsep orde en vreden (tertib dan damai), dengan bertumpu pada prinsip pertumbuhan menurut kodrat. Konsep inilah yang kemudian terkenal dengan metode Among, dengan trilogi peran kepemimpinan pendidik, yaitu tut wuri handayani (guru hanya membimbing dari belakang dan mengingatkan jika tindakan siswa membahayakan), ing madya mangun karsa (mem­bangkitkan semangat dan memberikan motivasi), dan ing ngarsa sung tulada (selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapan).

II. Mohammad Natsir
Mohammad Natsir berpandangan bahwa kemunduran dan kemajuan sangattergantung pada ada atau tidaknya sifat-sifat dan bibit-bibit kesanggupan suatu umat untuk menjadikan mereka layak atau tidak menduduki tempat yang mulia didunia ini yang bergantung kepada pendidikan yang diterima oleh seseorang. Beliau berpandangan bahwa untuk mewujudkan sifat-sifat kemampuan itu sertadalam rangka meningkatkan sumber daya manusia umat Islam, harus melalui jalur  pendidikan.

Di sinilah muncul keinginan beliau untuk mendirikan sebuah institusi pendidikan Islam, yang lebih dikenal dengan Pendis. Mohammad Natsir menyadari bahwa untuk mengubah pemikiran pelajar-pelajar Islam tidak hanyacukup dengan mengemukakan pemikiran melalui penulisan saja, tetapi harus berperan lebih dari itu. Beliau melangkah dengan mendirikan sebuah sistem pendidikan yang terpadu, yang menyatukan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.

Dia berpandangan bahwa melalui pendidikan yang terpadu itu akanmenjadikan anak didiknya sebagai intelek yang ulama dan ulama yang intelek.Menurut K.H Rusyad Nurdin, salah seorang murid Pendis angkatan pertama,tujuan pendidikan Pendis ialah “mencari alternatif dari sistem pendidikankolonial yaitu sistem pendidikan yang menitikberatkan kepada pembentukan pribadi yang berdaya fikir berkesinambungan dengan hati nuraninya, seimbang daya cipta dan taat tawakalnya kepada Allah SWT ” (Mohammad Noer, 2007).

 Setelah beberapa tahun mengendalikan Pendis, Mohammad Natsir kianmengenal bidang pendidikan. Pada tahun 1934 dan tahun-tahun berikutnya beliaumulai mengemukakan gagasannya melalui beberapa tulisan dan ceramah. Hal ini bisa kita baca dalam bukunya Capita Selekta.

III. Muhammad Syafei
Muhammad Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalis medalam arti konsep dan praktek penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya kreatif untuk menguasai alam. Semangat nasionalis menyayang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa Belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Pertanyaan ini dapat dipecahkan setelah berada di tengah-tengah masyarakat Belanda. Ternyata bahwa faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia.

Jelas kiranya bahwa nasionalisme Muhammad Syafei adalah nasionalisme pragmatis berdasarkan agama, yaitu nasionalisme yang tertuju membangun bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Muhammad Syafei menyatakan bahwa Tuhan tidak sia-sia menciptakan manusia dan alam lainnya. Tiap-tiapnya mesti berguna, kalau tidak berguna hal itu disebabkan karena kita tidak pandai menggunakannya.

Selain itu, pandangan pendidikan Muhammad Syafei menyarankan kesempurnaan hidup lahir dan batin harus selalu diperbaharui. Hal ini terungkap dalam pemikiran G. Revesz seperti yang dikutip oleh Syafei: “ bahwa lapangan pendidikan mesti berubah menurut zamannya, seandainya orang masih beranggapan, bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku sekarang adalah sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi, maka orang atau lembaga yang berpendirian dan berpikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran.”

Berdasarkan hal tersebut, Syafei menyimpulkan bahwa kesempurnaan lahir dan batin berbentuk manusia yang aktif kreatif. Dengan kata lain, manusia yang sempurna lahir dan batin ialah manusia yang memenuhi aspek-aspek jiwa dan hati yang terlatih serta otak yang berisi pengetahuan sehingga menjadi manusia yangaktif kreatif dalam menghadapi lingkungan dan perubahan masyarakat.


Berdasarkan hal tersebut, Syafei menyimpulkan bahwa kesempurnaan lahir dan batin berbentuk manusia yang aktif kreatif. Dengan kata lain, manusia yang sempurna lahir dan batin ialah manusia yang memenuhi aspek-aspek jiwa dan hati yang terlatih serta otak yang berisi pengetahuan sehingga menjadi manusia yangaktif kreatif dalam menghadapi lingkungan dan perubahan masyarakat.


Sumber Bacaan:
Abdulhak, Ishak., Supriadi, D., Wahyudin, Dinn. 2006. Pengantar Pendidikan. Universitas Terbuka, Jakarta.

Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan Drs. S. L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

http://www.academia.edu/3742223/Sejarah_Pendidikan_Indonesia

novihartini.wordpress.com/.../sejarah-pendidikan-di-indonesia


Jumat, 21 November 2014

Kalimat Efektif

Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
  2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.
Ciri-Ciri Kalimat Efektif
1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.
     Contoh:
  • Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
  • Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)
2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).
     Contoh:
  • Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
  • Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif).
3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
  1. Menghilangkan pengulangan subjek.
  2. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
  3. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
  4. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
     Contoh:
  • Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
  • Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)
4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
     Contoh:
  • Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
  • Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)
5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
  1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
  2. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
  3. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentangantara predikat kata kerja dan objek penderita.
     Contoh:
  • Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
  • Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)
6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.
     Contoh:
  • Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
  • Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)
7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:
  1. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
  2. Membuat urutan kata yang bertahap.
  3. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
  4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
  5. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.


Pengembangan Alinea

Pengembangan paragraf  adalah rincian gagasan utama paragraf kalimat-kalimat penjelas.
Pengembangan paragraf mencakup dua hal yaitu :
  1. Perincian utama paragraf secara maksimal ke dalam gagasan bawahan atau kalimat-kalimat penjelas. 
  2. penyusunan gagasan bawahan atau kalimat penjelas tadi ke dalam urutan yang teratur dan logis. 
Metode Pengembangan Paragraf / Alinea
• Pengembangan paragraf itu dapat dilakukan dengan menggunakan :
  1. Metode Contoh 
  2. Metode Analogi 
  3. Metode Klimaks Antiklimaks 
  4. Metode Perbandingan Dan Pertentangan 
  5. Metode Klasifikasi 
  6. Metode Kausal 
  7. Metode Proses 
  8. Metode Definisi 
  9. Metode Deduksi 
  10. Metode Induksi.

1. Metode Contoh
Dipergunakan untuk menjelaskan gagasan utama paragraf dengan kalimat-kalimat penjelas.
Kalimat penjelas yang berupa contoh :
a. contoh-contoh spesifik,
b. contoh-contoh seperlunya untuk menunjang suatu kesimpulan,
c. contoh yang ada hubungan langsung dengan gagasan utama paragraf.

Sebelas tahun yang lalu di Indonesia mengimporkan gerbong - gerbong kereta api dari Perancis. Rupanya cukup mentereng, dan sebagian dilengkapi dengan alat-alat Air Conditioning. Manakah sekarang gerbong - gerbong itu ? sudah rusak dalam keadaan tak terpelihara, patut dipakai pada trayek-trayek tingkat 3 saja guna mengangkut anak - anak sekolah dan kaum petani dari pedusunan ke kota.

Sebuah contoh sama sekali tidak berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang, tetapi dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud penulis.

2. Metode Analogi
Pengembangan paragraf model ini diperlukan untuk membandingkan suatu yang sudah dikenal umum dengan gagasan yang belum dikenal umum.
Contoh :
Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta – Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.

3. Metode klimaks - antiklimaks
    Contoh metode klimaks
Dalam pengembangan komoditas kopi terlihat berbagai instansi yang menangani kegiatan produksi pengolahan, dan pemasaran. Pelbagai kegiatan pembinaan dalam pengembangan komoditi kopi harus didasarkan pada suatu kebijaksanaan komoditas yang konsisten dan terpadu. Kebijaksanaan produksi, pengolahan lahan, dan pemasaran-pemasaran itu harus secara konsisten dan terpadu membina peranan komoditas kopi dalam pembangunan nasional. Demikian pula untuk komoditas pertanian yang lain. Inilah yang disebut kebijaksanaan komoditas terpadu secara vertikal.
   Contoh Antiklimaks
Studi mengenai pembangunan di pedesaan Indonesia dari dimensi administrasi pembangunan pada hakekatnya memerlukan studi mengenai tiga perspektif. Pertama, kita memusatkan perhatian pada keadaan sumber-sumber yang utama di sekeliling mana penduduk pedesaan harus mengorganisasi eksistensinya, khususnya ciri - ciri yang terkait dengan masalah-masalah yang berskala nasional. Kedua, sebaiknya kita mengenal faktor-faktor sosial dan ekonomi yang menstrukturkan sifat interaksi diantara penduduk pedesaan, baik selaku pribadi maupun selaku anggota dari kesatuan sosial yang berbeda. Ketiga, kita memberi perhatian kepada pemerintah ( birokrasi ) baik sebagai pencerminan dari perspektif yang pertama maupun selaku pelopor perubahan.

4. Metode Perbandingan Pertentangan
Sesuatu yang akan diperbandingkan perlu diperhatikan untuk melihat segi kesamaan dan segi pertentangan.
Contoh :
  • Kata keadilan yang dikeluarkan jaksa penuntut umum terhadap seorang terdakwa yang tidak bersalah atau kata keadilan yang dikeluarkan seorang hakim yang menyatakan sesuai dengan kehendak penguasa atau karena telah menerima suap terlebih dahulu tentulah berbeda maknanya dari kata keadilan bagi yang terdakwa yang dijatuhi hukuman, sedangkan dia sama sekali tidak bersalah.

5. Metode Klasifikasi
 Menjelaskan bagaimana suatu gagasan ( pokok ) menjadi anggota dari kelas yang lebih besar.
Contoh :
  • Tiap tahun industri mobil di seluruh dunia menghasilkan suatu peredaran model yang berbeda-beda, direncanakan untuk melihat berbagai umur, selera, dan kantong. Bagi orang-orang yang membutuhkan pengangkutan yang terpercaya dengan biaya pemakaian yang minimum, tersedia pilihan yang luas atas mobil-mobil kecil atau sedang. Yang berjarak tempuh jauh dengan bensin yang irit. Bagi kaum muda yang menginginkan model yang terakhir tersedia pilihan yang luas atas mobil - mobil sport, dan spesial. Bagi orang “bersifat muda”, orang setengah baya, kaum menengah yang menginginkan prestise digabungkan dengan gaya, ukuran, dan keenakan tersedia secara luas mobil - mobil besar lembut, lengkap dengan semua peralatan tambahan. Akhirnya, bagi orang-orang yang benar - benar hanya tersedia kelas mobil pilihan yang tidak mewah, dibuat menurut selera langganan yang tidak mudah puas. Atas dasar keempat kategori ini saja, dapatlah dikatakan bahwa industri mobil memperagakan slogan para pedagang mobil : “ Bayarlah dan ambilah pilihan anda”. 

6. Metode Kausal
Artinya : sebab dapat berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai kalimat penjelas. Atau sebaliknya, akibat dapat berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai kalimat penjelas.
Metode ini dapat :
  1. Menentukan dengan jalan hubungan sebab akibat,
  2. Membedakan sebab sebenarnya dari hal-hal yang sesuai untuk menghasilkan suatu efek. 
Contoh :
  • Jalan Kebun Jati akhir - akhir ini kembali macet dan semrawut, lebih dari separoh jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan pedagang kaki lima.. Untuk mengatasinya, pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagi batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka diizinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.

7. Metode Proses
 Menjelaskan fungsi pokok / gagasan paragraf. Dalam pengembangan paragaraf ini yang perlu diperhatikan :
  1. Penentuan tahap dasar suatu rangkaian.
  2. Penjelasan sedetail mungkin sesuai dengan keperluan - keperluan setiap tahap dalam kaitan. Pengembangan paragraf ini bersifat deskriptif dan bukan argumentatif. 
Contoh :
  • Pembekalan air yang aman merupakan pembiayaan tenaga manusia dan pendapatan di kota-kota modern. Pemurnian air pada dasarnya merupakan proses dua tahap atau tiga tahap yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat oleh ahli-ahli kesehatan dan insinyur. Sebagai langkah pertama air alamiah dari sumber yang paling sedikit keraknya disimpan dalam suatu waduk ( reservoir ) besar, sehingga kebanyakan lumpur, tanah liat, dan pasir terbuang ini disebut pengendapan ( sendimentasi ). Sering dalam air dengan kadar lumpur yang tinggi kapur dan alumunium hidroksida, yang dengan perlakuan-perlakuan membawa bahan-bahan yang masih tersisa, termasuk bakteri - bakteri ke dalam reservoir.

8. Metode Definisi
Menjelaskan hakekat gagasan paragraf.
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini :
  1. Penempatan pokok dalam kelas umum lalu menjelaskan perbedaannya dengan anggota kelas lainnya;
  2. Penentuan ciri khas konsep tersebut;
  3. Pemberian definisi terbatas tentang istilah atau konsep itu sesuai dengan keperluan.
Pada dasarnya, paragraf dengan metode ini terdapat pada awal karangan, atau awal bab yang lebih panjang guna menjelaskan konsep umum paragraf.
Contoh :
  • Yang dimaksud dengan bahasa pengantar dalam karangan ini adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru dan murid di sekolah. Sesuai dengan tujuan mengajar di sekolah dasar ( SD ), bahasa pengantar dipergunakan untuk menerangkan dan mengekspresikan serta memahami dan menghayati bahasa pelajaran, agar murid dapat mencapai tujuan pendidikan, yang memilki pengetahuan, terampil, dan memiliki nilai dan sikap yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kegiatan - kegiatan itu bahasa pengantar digunakan baik lisan maupun tulisan.
9. Metode Deduksi
Menyajikan pernyataan umum sebagai gagasan dan pernyataan khusus atau kalimat penjelas terlebih dahulu kemudian diakhiri dengan kenyataan umum adalah induksi. Cara deduksi ini menempatkan gagasan utama pada awal paragraf, kemudian diikuti dengan rincian - rincian yang berupa kalimat - kalimat penjelas.
Contoh :
  • Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia telah menjadi lingua franca selama berabad - abad di seluruh tanah air kita. Hal ini ditunjang oleh faktor tidak terjadinya “persaingan bahasa”, maksudnya persaingan bahasa daerah dengan bahasa lainnya untuk mencapai kedudukan sebagai bahasa nasional.



Sumber :
http://adjienurrohman.blogspot.com/2010/04/pengembangan-paragraf.html

Diksi

Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya.
  • Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
  • Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
  • Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Diksi memiliki beberapa bagian: pendaftaran – kata formal atau informal dalam konteks sosial – adalah yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.

Selain itu juga Diksi, digambarkan dengan kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Atau kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Jika dilihat dari kemampuan pengguna bahasa, ada beberapa hal yang mempengaruhi pilihan kata, diantaranya :
  • Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
  • Kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
  • Menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
KESESUAIAN DIKSI
Perbedaan ketepatan dan kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa,pola kalimat, panjang atau kompleknya suatu alinea, dari beberapa segi lain. Perbedaan antara ketepatan dan kesesuaian dipersoalkan adalah apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam sebuah kesempatan dan lingkungan yang kita masuki.

A.Syarat-Syarat Kesesuaian Diksi
Syarat-syarat kesesuaian diksi adalah sebagai berikut:
  1. Hindarilah sejauh mungkin bahasa aatau unsur substandard dalam situasi yang formal.
  2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular.
  3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
  4. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang
  5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
  6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
  7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.
Hal-hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam bagian-bagian di bawah ini :

1. Bahasa Standar dan Sub Standar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain sebagainya.
Bahasa non stsndar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Kadang unsur ini digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau, dan berhumor. Bahasa non stadar juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar.
Bahsa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.

2. Kata Ilmiah dan Kata Populer
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata
ilmiah melawan kata-kata populer.
Bagian terbesar dari kosa kata sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang atau rakyat jelata. Maka kata ini dinamakan kata-kata populer.
Kata-kata ini juga dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam diskusi-diskusi ilmiah.
    Contoh:
  • Kata populer kata ilmiah
  • Sesuai Harmonis
  • Pecahan Fraksi
  • Aneh Eksentrik
  • Bukti Argumen
  • Kesimpulan konklusi
3. Jargon
Kata jargon mengandung beberapa pengertian.
Jargon adalah suatu bahasa,dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca.
Jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya.
Oleh karena jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam sebuah tulisan umum.

4.Kata Percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian percakapan ini disini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelehara atau tidak disenangi.
Bahasa percakapan yang dimaksud disini lebih luas dari pengertian kat-kat populer, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian kata-kata ilmiah yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar

5.Kata Slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja.
Kata-kata slang sebenarnya bukan hanya terdapat pada golongan terpelajar, tetapi juga pada semua lapisan masyarakat.

6.Idiom
Idiom adalah pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya, misalnya: seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna perasa makan tangan. Siapa yang berfikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar ? dan selanjutnya idiom-idiom yang menggunakan kata makan seperti: makan garam, makan hati, dan senagainya.

7.Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni.
Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.
Artifisial : Ia mendengar kepak sayap kalelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin kepada kemuning.
Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bima sakti yang jauh.
Biasa :Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun.
Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

Jenis-Jenis Pilihan Kata atau Diksi
1. Berdasarkan makna
a. Makna Denotatif
Makna denotasi menyatakan arti yang sebenarnya dari sebuah kata. Makna denotasi berhubungan dengan bahasa ilmiah. Makna denotasi dapat dibedakan atas dua macam relasi, pertama, relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.
Contoh: Bunga melati

b. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah suatu jenis kata yang memiliki arti bukan sebenarnya dari sebuah kata.
Contoh: Bunga Bank

2. Berdasarkan leksikal
a. Sinonim
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama.
Contoh:
• sayang bersinonim kasih

b. Antonim
Antonim adalah dua buah kata yang maknanya “dianggap” berlawanan.
Contoh:
• Bagus berantonim dengan jelek.

c. Homonim
Homonim adalah dua buah kata atau lebih yang sama bentuknya tetapi maknanya berlainan.
Contoh :
• Ibu mengukur kelapa terlebih dahulu sebelum mengupas pisang itu.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Diksi
http://id.wikibooks.org/wiki/Fonem
http://savvior.blogspot.com/2010/10/diksi-atau-pilihan-kata.html
http://noviadevina.blogspot.com/2012/11/pengertian-diksi-dan-contohnya.html